Rabu, 24 Juni 2015

Budaya, Makanan, Ciri khas daerah

KOTA WISATA BATU

 

 

 

 

 

 

 

Seni Tradisi Bantengan

(kesenian/budaya)



Seni Tradisional Bantengan adalah sebuah seni pertunjukan budaya tradisi yang menggabungkan unsur sendra tari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang sangat kental dengan nuansa magis. Pelaku Bantengan yakin bahwa permainannya akan semakin menarik apabila telah masuk tahap “trans” yaitu tahapan pemain pemegang kepala Bantengan menjadi kesurupan arwah leluhur Banteng (Dhanyangan).



Sejarah Bantengan

Seni  Bantengan  yang    telah  lahir  sejak  jaman  kerajaan jaman  Kerajaan Singasari  (situs  candi  Jago  –  Tumpang)  sangat  erat kaitannya dengan Pencak Silat. Walaupun pada masa kerajaan Ken Arok tersebut bentuk kesenian bantengan belum seperti sekarang, yaitu berbentuk topeng kepala bantengan yang menari. Karena gerakan tari yang dimainkan mengadopsi  dari  gerakan  Kembangan  Pencak  Silat.
Tidak  aneh memang,  sebab  pada  awalnya  Seni  Bantengan  adalah  unsure hiburan  bagi  setiap  pemain  Pencak  Silat  setiap  kali  selesai melakukan  latihan  rutin. Setiap grup Bantengan minimal mempunyai 2 Bantengan seperti halnya satu pasangan yaitu Bantengan jantan dan betina.
Walaupun berkembang dari kalangan perguruan Pencak Silat, pada saat ini Seni Bantengan telah berdiri sendiri sebagai bagian seni tradisi sehingga tidak keseluruhan perguruan Pencak Silat di Indonesia mempunyai Grup Bantengan dan begitu juga sebaliknya.

Perkembangan kesenian Bantengan

Perkembangan kesenian Bantengan mayoritas berada di masyarakat pedesaan atau wilayah pinggiran kota di daerah lereng pegunungan se-Jawa Timur tepatnya Bromo-Tengger-Semeru, Arjuno-Welirang, Anjasmoro, Kawi dan Raung-Argopuro.
Permainan  kesenian  bantengan  dimainkan  oleh  dua orang  yang berperan  sebagai  kaki  depan  sekaligus  pemegang  kepala bantengan dan pengontrol tari bantengan serta kaki belakang yang juga berperan sebagai ekor bantengan. Kostum bantengan biasanya terbuat dari kain hitam dan topeng yang berbentuk kepala banteng yang terbuat dari kayu serta tanduk asli banteng.
Bantengan ini selalu diiringi oleh sekelompok orang yang memainkan musik khas bantengan dengan alat musik berupa gong, kendang, dan lain-lain. Kesenian ini dimainkan oleh dua orang laki-laki, satu di bagian depan sebagai kepalanya, dan satu di bagian belakang sebagai ekornya. dan biasanya, lelaki bagian depan akan kesurupan, dan orang yang di belakangnya akan mengikuti setiap gerakannya.
Tak jarang orang di bagian belakang juga kesurupan. tetapi, sangat jarang terjadi orang yang di bagian belakang kesurupan sedangkan bagian depannya tidak. bantengan dibantu agar kesurupan oleh orang (laki-laki) yang memakai pakaian serba merah yang biasa disebut abangan dan kaos hitam yang biasanya di sebut irengan.
Bantengan juga selalu diiringi oleh macanan. kostum macanan ini terbuat dari kain yang diberi pewarna (biasanya kuning belang oranye), yang dipakai oleh seorang lelaki. macanan ini biasanya membantu bantengan kesurupan dan menahannya bila kesurupannya sampai terlalu ganas. Namun tak jarang macanan juga kesurupan.

Ornamen yang ada pada Bantengan

Ornamen yang ada pada Bantengan yaitu  :
  • Tanduk  (banteng, kerbau, sapi, dll)
  • Kepala banteng yang terbuat dari kayu ( waru, dadap, miri, nangka,  loh, kembang, dll)
  • Mahkota Bantengan, berupa  sulur wayangan dari bahan kulit atau kertas
  • Klontong  (alat bunyi di  leher)
  • Keranjang penjalin, sebagai badan (pada daerah tertentu hanya  menggunakan  kain  hitam  sebagai   badan penyambung kepala dan kaki belakang)
  • Gongseng kaki
  • Keluhan  (tali kendali)
Dalam setiap pertunjukannya (disebut “gebyak”), Bantengan didukung beberapa perangkat. Yaitu :
  • Dua orang Pendekar pengendali kepala bantengan (menggunakan tali tampar)
  • Pemain Jidor, gamelan, pengerawit, dan sinden. Minimal 1 (satu) orang pada setiap posisi
  • Sesepuh, orang yang dituakan. Mempunyai kelebihan dalam hal memanggil leluhur Banteng
  • (Dhanyangan) dan mengembalikannya ke tempat asal
  • Pamong dan pendekar pemimpin yang memegang kendali kelompok dengan membawa kendali yaitu Pecut (Cemeti/Cambuk)
  • Minimal ada dua Macanan dan satu Monyetan sebagai peran pengganggu bantengan
Sumber:  https://id.wikipedia.org/wiki/Seni_Tradisi_Bantengan




Jenang Apel dari Batu

(makanan khas)



Produk olahan lain dari apel Malang/Batu yang bisa dijadikan buah tangan yaitu selai dan jenang apel.
Pembuatan jenang apel diolah dari sari pati apel atau disebut bubur apel. Namun kata Indah, beberapa home industri ada juga yang menambahkan ketela atau labu di dalam jenang tersebut.
Buah yang dapat digunakan untuk membuat selai atau jenang adalah buah yang masak tetapi tidak terlalu matang dan tidak ada tanda-tanda busuk. Kulit buah pun dapat digunakan untuk menghasilkan selai atau jenang tersebut.
“Kulit apel tidak perlu dikupas karena kulit apel banyak mengandung pektin,” jelasnya. Pektin adalah sejenis serat makanan yang mudah larut.
Bila dimakan atau dijus dengan dagingnya, akan bermanfaat sebagai pembersih racun dari dalam tubuh. Permintaan konsumen terhadap sari buah dan jenang apel terus meningkat dari waktu ke waktu. Bahkan untuk sari apel sudah tersebar ke 20 propinsi.
Hanya saja untuk produk jenang apel Terbentur kendala. “Masa kadaluarsa jenang apel hanya tiga bulan beda dengan sari buah yang tahan hinga satu tahun,” tutur Indah. Apalagi karena lebih mengedepankan kualitas, bahan pengawet yang digunakan kadarnya juga sangat kecil.
Inilah yang menyebabkan pemasaran dodol atau jenang apel hanya di daerah Malang dan sekitarnya.
 Sumber: https://jawatimuran1.wordpress.com/2013/12/18/jenang-apel-dari-malangbatu/


Alun-alun Kota Batu Tempat Wisata Semua Kalangan

(chiri khas)

 

Setiap hari jumlah pengunjung diperkirakan mencapai 1.000 orang pada hari libur biasa, dan 5000 orang di hari libur sekolah.

 
Berkunjung ke Malang, Jawa Timur (Jatim)  tak lengkap bila tidak menginjakkan kaki ke Kota Batu Malang.  Lebih tidak afdol lagi jika belum bersantai ria di Alun-alun Kota Wisata Batu (KWB).
Dingin  menusuk sampai ke sum-sum tulang ketika pertama  menginjakan kaki di Kota Batu. Tiba  larut malam, sekitar pukul 00.30 WIB, Kamis (20/3).   Perjalanan dari  Bandara Internasional  Juanda, Surabaya  ke Kota Batu, Malang   lewat darat ditempuh sekitar  empat  jam.

Alun-alun ini  desain sedemikian rupa sebagai sarana rekreasi, edukasi dan olahraga.  Pengunjung tak perlu membuka dompet.  Masuknya,  gratis.   Alun-alun memang tempat wisata untuk semua kalangan. Kecuali jika ingin menikmati wahana  bianglala.   Wahana  ini satu-satunya yang dikomersialkan.  Itu pun tidak mahal. Hanya Rp 3.000 perorang.  Tarifnya sama. Untuk   anak-anak atau dewasa. 

Dari dalam kabin bianglala Anda bisa menikmati keindahan alam Kota Batu dari ketinggian. Meski hanya sesaat.  Wahana ini merupakan mesin pencetak uang bagi obyek wisata alam itu.  Hasilnya dimanfaatkan untuk biaya  operasional  alun-alun itu sendiri. 

“Selain untuk gaji karyawan  hasil dari penjualan tiket bianglala juga dipakai untuk biaya pemeliharaan,” jelas  Agus Purwanto, salah seorang pengelola saat ditemui, Jumat (21/1) siang.

 Alun-alun ini  dikelola oleh  Panca Karya Bakti. Perusahaan yang didirikan oleh empat organisasi masyarakat (Ormas) yakni Pemuda Pancasila (PP),  Pemuda  Panca Marga (PPM), Forum Komunikasi Pemuda Pemudi Purnawirawan Indonesia (FKPPI) dan Legiun Veteran,   Kota Batu yang dipimpin  Andri Israwan. Meski  dikelola swasta namun obyek wisata ini  tetap dalam pengawasan dua instansi  teknis di lingkup Pemkot Batu, PU Cipta Karya dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata.

 Pengelolaan yang  teratur  dengan tingkat pengawasan yang cukup tinggi membuat pengunjung akan merasa nyaman.  Setiap saat  suara  merdu  seorang  perempuan dari balik pengeras suara terdengar mengingatkan pengunjung untuk  selalu waspada dengan  barang bawaannya.

 Kebersihan sangat dijaga di tempat ini.  Papan bicara peringatan untuk  tidak membuang sampah sembarangan terpajang di sudut-sudut alun-alun. Tong sampah,  basah dan kering sudah disiapkan oleh pengelola di beberapa  sudut. Ada dua warna, kuning dan merah.

 Untuk pengunjung yang ingin merokok pun disiapkan   smoking area di luar alun-alun.  Jangan harap bisa merokok di dalam areal taman itu. Pengamen, penjual asongan  dan pengemis tidak diperkenankan masuk.  Petugas  keamanan  pengelola siap  menegur..

 Jangan pula berharap bisa memetik bunga yang banyak tumbuh mekar di  taman itu. Atau  menginjak rumput. Memasukkan anggota tubuh ke dalam kolam air mancur, pun dilarang.

 ‘’Kami selalu berupaya memberikan pelayanan senyaman mungkin kepada setiap pengunjung. Sebab alun-alun ini   tidak hanya dikunjungi masyarakat Kota Batu saja. Tapi wisatawan luar pun banyak yang berkunjung,’’  jelas Agus Purwanto.

 Alun-alun KWB diresmikan awal Mei 2011 oleh Walikota Batu,  Eddy Rumpoko. Sejak saat itu obyek wisata ini semakin  membumi.  Banyak dikunjungi wisatwan, dalam dan luar negeri.  Tidak hanya dikenal di Indonesia, tapi sampai ke  Manca Negara.

 Setiap hari jumlah pengunjung diperkirakan mencapai 1.000 orang pada hari libur biasa, Sabtu dan Minggu. Jika libur sekolah bisa mencapai 5.000-an orang sehari, dari pagi sampai tengah malam.

 ‘’Tergantung waktu libur saja,  Mas.  Itu pun kalau tidak hujan. Kalau musim hujan pengunjung turun drastis. Pengunjung akan semakin banyak jika tiba waktu libur panjang,” sebut Agus.

 Panorama alam yang indah. Bunga-bunga berwarna-warni nan harum semerbak. Pohon yang rindang dengan penataan yang apik. Ditambah bunyi gemercik air mancur semakin membuat pelancong  ingin berlama-lama menikmati indahnya alam dan dinginnya KWT.  Diwaktu siang pun panorama alam cukup indah.  Menjelang malam,  akan semakin indah lagi dengan pancaran  sinar lampu  berwarna-warni.  

 Pengunjung KWB  tidak hanya  dimanjakan dengan keindahan alamnya.  Anda juga bisa menikmati dan memanjakan lidah Anda dengan wisata kuliner yang ada di sekitar alun-alun.  Harganya cukup terjangkau. Berbagai penganan khas KWB tersaji.  Mulai dari makanan basah samapi kering seperti kerupuk  berbagai cita rasa. Ini akan semakin melengkapi kunjungan Anda di sana,

 Yang tak kalah  terkenalnya makanan khas dari beras ketan yang cukup melegenda. Namanya ‘Pos Ketan Legend 1967’. Letaknya di sebelah Selatan alun-alun.  Karena cukup melegendanya sampai harus antri untuk memesan.

 Kota Batu terletak 15 Km sebelah Barat Kota Malang. Berada di jalur Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah Utara serta Kabupaten Malang di sebelah Timur, Selatan, dan Barat.  Kota ini berada di ketinggian 680-1.200 meter dari permukaan laut dengan kelembaban udara rata-rata 15-19 derajat Celsius.

 Sejak abad ke-10,  KWB telah dikenal sebagai tempat peristirahatan bagi kaum bangsawan. Daerah ini dipilih karena merupakan daerah pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman. Apalagi didukung oleh keindahan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan.

 KWB tidak hanya menjadi obyek wisata karena keindahan alam dan udaranya yang sejuk. Daerah ini juga merupakan penghasil sayur mayur dan buah-buahan, utamanya apel.  Apel dan KWT  seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan.  KWB merupakan sentra produksi apel Malang saat ini.

Masa keemasan apel di Batu dimulai pada era 1970-an. Petani yang semula menanam kopi  beralih menjadi petani apel.  Biaya perawatannya  yang murah dengan hasil yang sangat lumayan menjadi salah satu alasan. Apalagi dipanen dua kali setahun.

 Sebelum menjadi kota admnistratif, KWB merupakan sebuah kecamatan yang masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Malang.  Batu kemudian mengembangkan diri menjadi sebuah kota yang mandiri. Didukung kemajuan ekonomi dari hasil pertanian dan pariwisata, Batu menjadi ikon tersendiri bagi pariwisata Jawa Timur, salah satunya Alun-alun.

sumber:  http://jaringnews.com/seleb/hangout/58786/alun-alun-kota-batu-tempat-wisata-semua-kalangan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar